Citra Satelit Puncak Gunungapi Merapi
KODE : L1.SS.C7
Citra satelit sangat berperan untuk memetakan kejadian bencana alam di seluruh dunia, misalnya bencana letusan gunung berapi. Citra satelit bisa digunakan untuk memonitoring dampak letusan gunung berapi, memetakan jalur evakuisi, rekonstruksi pasca bencana, dan lainnya.
Dalam galeri foto di bawah ini kita akan melihat gambar letusan gunung berapi bumi yang dilihat dari satelit ruang angkasa (citra satelit). Gambar-gambar yang menakjubkan ditangkap dari berbagai satelit serta awak kapal Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Pemandangan dari ruang angkasa menawarkan perspektif yang unik dari saah satu peristiwa alam paling mengagumkan dan menakutkan.
Gunungapi mempunyai dua sisi ibarat uang logam. Bila sisi gelap muncul maka yang terjadi adalah bencana akibat erupsi namun di sisi lain sisi terang gunungapi memberi manfaat yang luarbiasa bagi kehidupan manusia yaitu tanah yang subur, material hasil erupsi, sumber energi, bentang alam yang menarik dan lain lain. Dengan semakin berkembangnya populasi manusia di dunia ini maka semakin tumbuh habitat ke arah gunungapi yang meningkatkan risiko ancaman bahaya. Dalam usaha melindungi kehidupan masyarakat pemukim di sekitar daerah vulkanis diperlukan tindakan mitigasi yang salah satu dari aksinya adalah pemantauan aktivitas vulkanik dengan harapan mampu mendeteksi tanda-tanda peningkatan bahaya sehingga peringatan dini penyelamatan dapat diberikan.
Tujuan pemantauan adalah prediksi erupsi artinya bagaimana mengetahui kapan erupsi terjadi, berapa lama erupsi berlangsung, dimana pusat erupsi dan bagaimana karakteristik erupsi. Vulkanolog membuat ramalan berdasarkan sejarah geologi gunungapi bersangkutan serta tanda-tanda dari hari ke hari yang diperoleh dari hasil pengamatan visual dan instrumental. Dengan instrumen yang teliti dan analisis data yang baik pergerakan magma bawah permukaan dapat diikuti dengan mengamati proses yang menyertainya diantaranya kegempaan dan perubahan bentuk tubuh gunung dalam orde yang sangat kecil yang biasa disebut dengan deformasi. Sebelum erupsi biasanya terdapat “Prekursor erupsi” yaitu suatu gejala awal berupa perubahan-perubahan parameter fisika dan kimia yang terlihat secara visual maupun yang terukur secara intrumental sebagai tanda aktivitas vulkanik sebelum erupsi. Untuk menyimpulkan bahwa suatu perubahan fisika atau kimia sebagai prekursor erupsi terlebih dahulu harus diketahui basis data pada masa gunungapi tidak aktif.
Proses erupsi dan berbagai “tanda” yang muncul menjelang erupsi begitu berbeda antara satu gunungapi dengan lainnya bahkan pada gunungapi yang sama sekalipun. Pemantauan aktivitas gunungapi apalagi pada saat aktivitas gunungapi meningkat harus melibatkan berbagai disiplin ilmu dengan berbagai macam peralatan. Pemantauan gunungapi secara instrumentasi memerlukan tahap-tahap pekerjaan mulai pemasangan, pemeliharaan dan penggantian peralatan yang biayanya tidaklah murah. Secara sederhana pemantauan dapat dikategorikan atas pemantauan dengan indera manusia langsung atau dengan peralatan instrumentasi. Apabila magma naik menuju ke permukaan maka 4 tanda utama biasanya muncul sebagai indikasi menjelang erupsi, yaitu : (1) Meningkatnya gempa-gempa vulkanik (2) deformasi di permukaan akibat desakan magma (3) kenaikan flux gas-gas vulkanik dan (4) adanya peningkatan suhu kawah
Merapi menarik ilmuwan dunia untuk riset karena tingkat aktivitasnya yang tinggi dan relatif kontinyu. Periode erupsinya yang pendek pada era modern ini kira-kira antara 2 sampai 8 tahun memungkinkan para ilmuwan menguji metoda dan peralatan dengan melihat data yang mereka peroleh sebelum dan sesudah erupsi berlangsung. Merapi menjadi menarik karena banyak data ilmiah yang dapat diperoleh di sini mulai dari komposisi gas gunungapi karena terdapat beberapa lapangan solfatara di puncak, berbagai tipe dan jenis gempa, deformasi tubuh gunungapi, kemagnetan bumi, perubahan medan gravitasi, perubahan potensial diri batuan dan lain-lain.
Instrumen kontinyu pertama di Merapi adalah seismograf mekanik Wiechert yang dipasang tahun 1924 di lereng barat 9 km dari puncak. Kemudian pada tahun 60-an bekerjasama dengan Jepang dipasang seismograf Hosaka dengan telemetri kabel untuk melengkapi seismograf yang sudah ada. Pada tahun 1982 dibangun jaringan seismograf short-period dengan menggunakan sistem telemetri radio yang diterima di Kantor Seksi Penyelidikan Gunung Merapi di Yogyakarta. Pada dekade 90-an merupakan era modern sistem monitoring Merapi dengan diperkenalkannya akuisisi data secara digital yang meningkatkan ketelitian dan akurasi data secara signifikan.
Perkembangan terkini sistem pemantauan adalah menggunakan wahana satelit. Sebagai contoh pemantauan deformasi saat ini semakin berkembang dan dapat dilakukan secara spasial kuasi kontinyu dibandingkan dengan pemantauan point to point yang sebelumnya banyak digunakan. Pemantauan SO2 menggunakan satelit saat ini juga umum digunakan datanya oleh para vulkanologis untuk menganalisis tingkat aktivitas suatu gunungapi. Mungkin yang paling banyak mendapat manfaat dari penginderaan jauh adalah aspek visual vulkanisme seperti bentuk morfologi gunungapi, berkembangnya kubah atau kawah, arah dan besar longsoran yang terjadi, pusat tumbuh dan keluarnya lava dan parameter lain yang teramati secara visual.
Metoda pemantauan berdasarkan cara mendapatkan datanya bisa dibagi atas dua kategori yaitu (1) metoda pemantauan secara kontinyu yang memerlukan sistem pengiriman data melalui transmisi gelombang elektromagnetik. (2) Secara episodik data diambil melalui survei lapangan pada waktu yang berlainan langsung di lokasi pengamatan.
Metoda dan teknik yang umum diterapkan untuk memantau aktivitas gunungapi. Pemantauan kegempaan adalah metoda utama dalam sistem pemantauan dengan instrumentasi. Adapun penginderaan jauh (remote sensing) saat ini berkembang pesat sebagai metoda pemantauan yang pada masa depan menjanjikan akan menjadi andalan baru dalam sistem pemantauan gunungapi.
Lokasi stasiun pengamatan lapangan di Merapi yang sedang dan pernah terpasang. Pada saat rentang tahun 1995-2000 pemantauan Merapi mempunyai peralatan terlengkap dengan berbagai macam metoda pemantauan secara telemetri berkat kerjasama dengan berbagai institusi luar negeri. Data pemantauan ditelemetrikan ke BPPTK Yogyakarta.
Pemantauan Visual
Pemantauan perubahan-perubahan yang muncul pada fenomena gunungapi dengan cara melihat langsung melalui indera manusia bisa disebut sebagai pemantauan visual. Beberapa perubahan itu misalnya adanya kepulan asap dan perubahan warnanya, perubahan morfologi tubuh gunungapi dan munculnya kubah lava. Banyak catatan sejarah telah melaporkan tanda-tanda yang muncul sebelum gunungapi meletus yang dirasakan oleh penduduk yang tinggal dekat dengan gunungapi tersebut. Tanda-tanda tersebut dapat berupa meningkatnya ketajaman bau belerang, warna asap yang berubah menjadi lebih gelap, suara-suara gemuruh, layunya tumbuhan di sekitar puncak gunungapi dan lain-lain. Pemantauan visual walaupun seringkali sangat efektif namun memiliki kelemahan pada tingkat akurasi dan subjektivitasnya yang cukup tinggi. Pengamatan dari satu orang ke orang lainnya akan berbeda sesuai dengan masing-masing persepsinya. Pemantauan visual dapat dilakukan dengan cara pengamatan langsung, membuat sketsa atau melalui rekaman menggunakan kamera atau video yang dilakukan secara menerus. Tujuannya adalah menemukan perubahan yang bisa terdeteksi secara visual. Saat ini pemantauan gunungapi memperoleh manfaat dari kemajuan teknologi luar angkasa. Gambar citra satelit ditambah dengan hasil pemotretan dari darat dan udara dianalisis untuk mencari tanda-tanda perubahan dari gunungapi yang diamati.
Beberapa contoh pengamatan dengan satelit: (1) Pemantauan suhu menggunakan satelit termal, biasanya yang digunakan adalah satelit cuaca untuk menghasilkan citra infra merah dari panas yang dihasilkan oleh gunungapi. Pemantauan ini bisa untuk memberikan peringatan dalam jangka menegah dalam orde beberapa hari atau beberapa minggu. Metoda ini cocok untuk pemantauan gunungapi yang jauh dan sulit dijangkau namun satelit bisa gagal mengirimkan gambar bila cuaca berkabut atau mendung atau saltelit melintas terlalu jauh dari lokasi gunungapi. (2) Satelit Radar Interferometry. Jenis pemantauan ini menggunakan pancaran dan pantulan gelombang radar dalam periode bulan sampai tahun untuk mendeteksi perubahan bentuk (deformasi) gunungapi akibat desakan magma dari bawah. (3) Satelit kamera optik. Pada satelit tertentu dipasang kamera optik untuk memperoleh gambaran permukaan gunungapi dalam rentang resolusi rendah sampai tinggi. Tetapi harga citra satelit pada saat ini masih sangat mahal disamping itu kelemahannya adalah gambar tidak bisa diperoleh bila gunungapi tertutup oleh awan.
Pemantauan visual morfologi dengan sketsa
Sewaktu teknologi fotografi belum berkembang secanggih dan semudah sekarang, cara lama untuk mengetahui perkembangan morfologi dari waktu ke waktu ialah menggunakan sketsa tangan. Biasanya yang disketsa adalah perkembangan morfologi permukaan gunung. Sketsa dibuat dalam kurun waktu berbeda-beda namun dari lokasi yang sama yang kemudian dapat dibandingkan satu sama lain untuk melihat perubahannya.
Sketsa Merapi tahun 1961 digambar oleh pengamat gunungapi dari arah utara-barat atau di sekitar Pos Pengamatan Babadan. Terlihat cukup jelas evolusi morfologi di sekitar puncak pada kurun waktu tersebut.
Lokasi penempatan kamera pemantauan di seluruh Pos Pengamatan Gunung Merapi dan stasiun pemantauan on-line dengan IP-cam yang ditempatkan di bukit Plawangan.

Pemantauan visual morfologi dengan kamera foto
Salah satu metodologi pemantauan visual Merapi untuk menganalisis perubahan morfologi adalah menggunakan kamera sebagai alat bantu. Metoda analisis foto dilakukan dengan mengidentifikasi perubahan morfologi puncak atau kubah lava dari foto-foto yang diambil secara rutin dari titik yang sama di beberapa sektor Merapi. Perubahan morfologi yang diamati terutama pada perubahan ketinggian kubah lava relatif terhadap lava-lava lama. Faktor skala yang digunakan untuk menghitung nilai sebenarnya bisa diperoleh dari citra satelit atau menggunakan referensi peta yang sudah ada. Referensi jarak ditentukan berdasarkan dua titik yang dapat terlihat dalam foto. Dengan ketentuan apabila titik-titik tersebut dihubungkan dengan titik pengamatan, maka garis hubungnya dapat membentuk segitiga sama kaki. Dengan demikian, setiap posisi pengambilan foto mempunyai referensi jarak berbeda satu dengan yang lain.
Posisi kamera tersebar di pos pengamatan untuk pemantauan secara visual. Dengan kemajuan teknologi digital dan makin murahnya harga kamera pada saat ini maka semakin sangat mudah untuk memperoleh gambar foto Merapi baik untuk keperluan ilmiah atau hanya sekedar hobi dan rekreasi. Dibandingkan dengan kamera dengan sensor film analog model lama maka kamera digital.