Pemantauan Deformasi

KODE : L1.SS.C13


PEMANTAUAN DEFORMASI
Deformasi bawah permukaan gunungapi memberikan petunjuk proses magma di bawah gunungapi yang dapat dijadikan indikator kemungkinan letusan gunungapi. Pemantauan deformasi di gunungapi Merapi, salah satunya menggunakan GPS ( Global Positioning System) dan EDM ( Electronic Distance Measurement) untuk mengukur pertumbuhan kubah lava.

Teknologi GPS sangat baik digunakan untuk pemantauan deformasi gunungapi karena pengukuran GPS memberikan perubahan posisi titik pengukuran secara tiga dimensi dengan akurasi milimeter hingga centimeter, tidak terpengaruh kondisi perubahan cuaca, dapat dilakukan secara terus menetus selama 24 jam dan tidak memerlukan hubungan jarak pandang di antara titik-titik pengamatan dalam jaringan pengamatan GPS. Melalui pengukuran secara periodik pada garis vector yang sama, diharapkan besaran dan kecepatan perubahan karena deformasi tubuh gunungapi dapat diketahui.

EDM ( Electronic Distance Measurement) untuk mengetahui deformasi yang dicerminkan oleh perubahan jarak antara alat ke reflektor yang dipasang di kawasan puncak untuk mengukur perubahan horisontal akibat deformasi. EDM membandingkan panjang gelombang cahaya beam yang dipantulkan reflektor dan dikonversikan untuk menghitung perpedaan jarak slope. Besaran dan arah perubahan jarak dikalkulasi terhadap masing-masing titik pada jaringan pengamatan.

Contoh EDP ( Electronic Distance Measurement )
edm-transit-time-measurement-reflector

 

Fungsi Dasar EDM. ( Basic Function of EDM )

 

DEFORMATION MONITORING
Ground surface deformation can give clue to processes at depth and is a reliable indicator of an impending eruption. The surface deformation monitoring at Merapi volcano utilize Global Positioning System (GPS) and Distance Electronic Measurement (EDM ) instruments to measure lava dome development.
The GPS technology is well suited for volcano deformation monitoring because its measurements can provide three-dimensional positions, potentially at milimeter to centimeter-level accuracy, independent of weather conditions, 24h/day. In addition, there is no requirement for intervisibility between stations within a GPS network and measurements can be made over relatively long distance. By repeatedly measuring the same baseline vector to accuracy commensurate to expected baseline component changes due to deformation, the rate of change in the baseline components can be reliably determined.

Electronic Distance Measurement measures horizontal distance changes due to deformation which employ a laser beam aimed of a reflector station. The instrument compares the waveform of the light beam going out with that the returning reflected beam and converts this difference to a slope distance, The magnitude and direction of the distance change are calculated for each station in the network.


DEFORMASI GUNUNGAPI MERAPI

DEFORMASI

Pengukuran deformasi G. Merapi dilakukan dengan menggunakan berbagai metoda antara lain pengukuran jarak dengan EDM (Electronics Distance Measurement), GPS (Global Positioning System) dan Telemetri Tiltmeter. Berikut ini dijelaskan masing-masing metoda pengukuran deformasi dengan contoh-contoh hasil yang telah dicapai.

EDM

Usaha untuk melihat deformasi yang terjadi terkait dengan erupsi dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan prinsip EDM. Pemantauan dengan sistem ini telah dilakukan sejak tahun 1980 menggunakan prisma-prisma reflektor permanen walaupun belum terlihat deformasi yang signifikan melebihi ralat sistem (Siswowidjoyo dkk, 1980).

Gambar Jaringan pengukuran EDM 1988-1991.Tampak keterangan deformasi total dalam kurun waktu tersebut pada setiap titik pengukuran.

Pada tahun 1988 kembali dilakukan survey EDM oleh Voight dkk yang didukung oleh USGS, USAID, dan VSI. Program ini dilakukan dengan survey jaringan trilaterasi di puncak dan pengukuran jarak miring dari pos pengamatan terhadap reflektor-reflektor permanen di puncak.

Berdasarkan obervasi selama beberapa tahun, terukur deformasi sebesar 1,1 m/th di sektor Selatan puncak yang berlangsung pada tahun 1990 dan 1991 sebagai prekursor erupsi Januari Februari 1992. Secara umum, deformasi puncak yang terjadi tidak simetris di setiap sektor namun dominan ke arah mendekati Utara-Selatan. Medan deformasi ini diinterpretasikan sebagai akibat migrasi ke atas sumber tekanan di bawah kawah sekitar kedalaman 1 km.

Berdasarkan obervasi selama beberapa tahun, terukur deformasi sebesar 1,1 m/th di sektor Selatan puncak yang berlangsung pada tahun 1990 dan 1991 sebagai prekursor erupsi Januari-Februari 1992. Secara umum, deformasi puncak yang terjadi tidak simetris di setiap sektor namun dominan ke arah mendekati Utara-Selatan. Medan deformasi ini diinterpretasikan sebagai akibat migrasi ke atas sumber tekanan di bawah kawah sekitar kedalaman 1 km.

Saat ini pemantauan deformasi menggunakan EDM hanya dilakukan pada pengukuran jarak miring reflektor-reflektor puncak terhadap pos-pos pengamatan. Berikut adalah gambar peta jaringan pemantauan EDM saat ini.

Gambar Peta jaringan pengukuran jarak miring dengan EDM 2003-2007.

Pasca erupsi 1994, data deformasi EDM tetap menunjukkan prekursor yang jelas menjelang beberapa siklus erupsi seperti erupsi 2001 dan 2006. Pada erupsi 2006, indikasi adanya peningkatan tekanan terbaca sejak tanggal 14 Februari 2003, dimana terjadi peningkatan kelajuan deformasi yang berlanjut sampai menjelang munculnya kubah lava dan turun secara drastis saat magma mulai keluar di permukaan puncak. Seperti halnya yang terjadi pada erupsi 1992, deformasi tidak terjadi merata secara radial terhadap kubah lava. Menjelang erupsi 2006, deformasi nampak dominan ke arah Selatan – Tenggara diikuti yang ke arah Barat Daya sedangkan deformasi ke arah Utara sangat kecil dibandingkan dengan arah pengukuran yang lain.

GPS

Penyelidikan deformasi puncak menggunakan GPS telah dilakukan sejak tahun 1993 oleh Beauducel dkk bekerjasama dengan Perancis. Metode pengukuran memiliki beberapa karakteristik meliputi penggunaan receiver portable dual-frequency, baselines yang pendek (<500m), prosesing kinematic/rapid-static, adjustment gabungan antara kinematik dan statik, dan prosesing otomatis.

Gambar Lintasan pengukuran GPS kinematik (kiri) dan titik-titik referensi pengukuran statik.

 

Dari tahun 1993 sampai 2006, jaringan pengukuran GPS relatif tidak ado perubahan yang berarti. Gambar 1 memperlihatkan lintasan pengukuran GPS dengan kinematik dan titik-titik referensi. Survey GPS tahun 2006 memperlihatkan adanya perubahan pola deformasi yang mencerminkan dinamika tekanan menjelang erupsi dan setelahnya. Vektor deformasi yang nampak di sebagian besar titik pengukuran periode September 2005 sampai dengan Maret 2006 menunjukkan pola radial yang seragam sehingga apabila di potongkan akan nampak adanya pemusatan tekanan.

Hal ini mencerminkan sumber tekanan yang sangat dekat dengan permukaan puncak. Setelah erupsi, tampak vektor deformasi lebih acak dengan magnitudo yang jauh lebih kecil. Ini menunjukkan sumber tekanan yang lemah dan menyebar.

Gambar Vektor-vektor deformasi periode September 2005 s/d Maret 2006 (kiri), dan periode Maret sampai dengan November 2006.

Telemetri Tiltmeter

Monitoring kemiringan permukaan secara elekronis telah dimulai sejak 1990. Pemantauan lebih intensif dan kontinu dilakukan bekerjasama dengan USGS dan Penn State Unv (Young, 1994). Ilmuwan Jepang juga memasang beberapa platform Tiltmeter diikuti oleh ilmuwan Jerman (Rebscher, 1997) dan Perancis (Beauducel dan Cornet, 2000). Gambar di bawah ini memperlihatkan peta jaringan monitoring Tiltmeter 1992 – 1998 kerjasama VSI, USGS dan Penn State Unv. Sensor yang digunakan adalah tipe Applied geomechanics model 800 untuk di puncak dengan resolusi 2,6 µrad/mV, dan model 701 dengan resolusi 0,1 µrad/mV untuk di lereng.

Gambar Peta jaringan monitoring Tiltmeter G. Merapi 1992 – 1998
Gambar Grafik jarak miring yang terukur dari Pos Babadan terhadap sektor Barat Daya G. Merapi. Tampak peningkatan laju pemendekan jarak dua tahun setelah erupsi 2001.

Di antara sensor Tiltmeter yang terpasang, yang memberikan informasi deformasi paling dominan adalah sensor yang berada di puncak T3 sektor Barat Daya. Pada tahun 1997 teramati laju kemiringan pada orde 200 µrad/hari, sedangkan pada tahun 1998 meningkat menjadi 5000 µrad/hari (gambar di atas). Hal ini selain mencerminkan intensitas tekanan yang tinggi namun juga menunjukkan tubuh batuan tempat kedudukan sensor yang mulai lepas terhadap batuan induknya. Secara umum, inflasi yang terjadi yang ditunjukkan Tiltmeter ini terkait dengan pertumbuhan kubah lava, sedangkan deflasi terkait dengan runtuhnya material kubah lava (Voight dkk, 2000). Pada erupsi 2006 sensor Tiltmeter yang dipasang di puncak tepatnya di Lava 1957 memberikan prekursor yang cukup jelas. Sejak awal tahun 2006 sudah tampak adanya inflasi meskipun dengan laju yang rendah, sekitar 19 µrad/hari. Setelah itu menjelang munculnya kubah lava laju inflasi menjadi meningkat drastic mencapai 375 µrad/hari (komponen radial). Perubahan kemiringan radial terhadap kubah lava dam kemiringan arah tangensial dari waktu ke waktu menjelang munculnya kubah lava dan teramati nya kubah lava dipermukaan disajikan pada gambar berikut.

Gambar Grafik perubahan kemiringan yang terukur oleh sensor Tiltmeter yang dipasang di lava 1957 puncak G. Merapi. Lingkaran merah adalah kemiringan arah radial terhadao kubah lava, sedangkan lingkaran biru kemiringan arah tengensial.

 

Source : vsi.esdm.go.id

Search

+